Kepala Bakesbangpol Jatim: Tiap Guru Harus Jadi Guru Kebangsaan

 

Sukari (kiri) dan Heru Wahono Santoso (kanan) dalam PMO Dasar. (Foto oleh Hairur Risqi/IGIJatim)

IGIJatim-Ikatan Guru Indonesia (IGI) bagian dari organisasi masyarakat (ormas) yang pembinaannya ada di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol). Maka, setiap guru harus jadi guru kebangsaan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur, Heru Wahono Santoso, S.Sos., M.M., saat memberi paparan tentang Wawasan Kebangsaan, Minggu (7/8/2022). 

"Di tengah berkecambahnya ajaran-ajaran radikalisme dan intoleransi yang menelusup di sejumlah lembaga pendidikan formal, guru memegang peranan penting untuk melawan kecenderungan pihak-pihak yang ingin meniadakan keberagaman," ungkapnya di hadapan peserta Pelatihan Manajemen Organisasi (PMO) Dasar. 

Menurutnya, harus diakui bersama bahwa semua lapisan masyarakat sudah ada yang terpapar radikalisme, tidak terkecuali Aparatur Sipil Negara (ASN), mahasiswa, bahkan guru. Ancaman kerawanan sosial yang dibedakan menjadi konflik vertikal dan konflik horizontal juga menjadi perhatian Bakesbangpol yang perlu disampaikan pada guru-guru sebagai bagian dari masyarakat pendidikan. Konflik vertikal adalah konflik struktural yang terjadi di dalam tubuh ormas. Banyak ormas yang akhirnya pecah menjadi beberapa ormas. IGI hendaknya mewaspadai adanya konflik vertikal ini. 

"Ancaman kedua adalah konflik horizontal yang biasanya terjadi dalam hubungan yang setara. Bisa antar komunitas atau antar individu. Faktor pemicunya banyak, diantaranya perbedaan latar belakang budaya, perbedaan kepentingan, perubahan sosial yang terlalu cepat, serta perbedaan pendirian dan perasaan. Konflik kedua ini juga perlu kiranya mendapat perhatian oleh teman-teman IGI di Jawa Timur," pesannya di ruang pertemuan Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Timur. 

Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan hasil survei toleransi pelajar SLTA oleh Bakesbangpol Jatim bersama Universitas Airlangga (Unair) dengan responden siswa SMA se-Jatim secara random. Salah satu pertanyaan yang ada dalam survei adalah adalah apakah Anda setuju apabila ketua kelas Anda berbeda keyakinan dengan Anda? Hasilnya banyak yang setuju 65 persen dan 11 persen tidak setuju, 4 persen sangat tidak setuju, sangat setuju sisanya. Ini contoh masih ada anak yang intoleran. Pertanyaannya apakah kemudian jika ketua kelasnya berbeda keyakinan lalu Anda akan lompat keyakinan? 

"Pertanyaan lain yang ada dalam survei adalah apakah Anda bisa menerima kalau tetangga Anda yang berbeda keyakinan beribadah di kampung Anda? Masih ada 3 persen yang tidak setuju. Itulah kemudian yang mendesak diadakannya pendidikan ideologi Pancasila di bangku sekolah. Data Bakesbangpol berbicara sebanyak 47 persen total di bawah usia 39 tahun, guru tidak pernah atau hanya sebagian mendapatkan pendidikan Pancasila di jalur pendidikan formal," tegasnya. 

Beliau mendetailkan, indikator atau tolak ukur ASN terpapar radikalisme dapat dilihat dari beberapa sisi diantaranya digital forensik dengan menelusuri aktivitas media sosial, preferensi pemikiran dengan diberikan pertanyaan-pertanyaan, genaologi ideologis dengan cara dicek latar belakang menimba ilmu, serta inner circle dengan melihat organisasi atau komunitas yang diikuti saat ini. 

"Oleh karena itu, saya mengajak peserta PMO Dasar untuk merefleksikan diri, kalau kita belum selesai dengan diri sendiri, bagaimana mau berhadapan dengan negara lain? Bagaimana mau menjadikan Indonesia maju? IGI harus menjadi penggerak transformasi wawasan kebangsaan (wasbang) lewat kewajiban bela negara dengan aktif menunjukkan keunggulan bangsa di dunia internasional," pesannya disambut tepuk tangan peserta. 

Tetap semangat, para guru kebangsaan! (ria eka lestari) 



Post a Comment (0)
Previous Post Next Post