WartaIGIJatim-Guru kekinian
hendaknya tak pernah berhenti belajar dan terus mengasah diri menjadi maestro
di bidangnya. Hal ini dikemukakan oleh Gatot Hari Priowirjanto, Pendiri
sekaligus Dewan Pakar Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI) dalam diskusi
pendidikan yang digelar secara virtual, Ahad (2/5/2021).
“Jadilah maestro di bidangnya.
Kita harus menyiapkan guru kita. Contoh, jika guru fisika, fisika yang seperti
apa, asah kemampuan di bidang fisika virtual
reality, misalnya. Maka dia akan dapatkan trik-trik terkini dalam fisika
sehingga dia akan selalu dicari,” jelasnya dalam event Buka Puasa Virtual IGI se-Indonesia.
Menurutnya, mengasah diri menjadi
guru maestro di bidangnya adalah kebutuhan pendidikan masa kini. Banyak aktivis
IGI yang masuk dalam Guru Penggerak. Banyak guru-guru di daerah yang terbantu
karena ada Guru Penggerak yang datang ke daerahnya. Dampaknya, pengaruh
pendidikan di daerah itu makin lama makin baik. Training guru yang sebelumnya
membutuhkan banyak biaya, dapat diminimalisir dengan mengikuti Guru Penggerak.
“Saya mengajak guru-guru IGI untuk
proaktif pada Seameo Center yang saat ini masuk pada pembelajaran virtual untuk
siswa. Siswa bisa berkomunikasi dengan siswa di kabupaten lain, provinsi lain,
bahkan pulau lain. Ini akan mempercepat kemajuan di daerah dan punya nilai
tambah untuk guru di lingkungan sekitar. Ini kaitannya dengan Merdeka Belajar.
Guru dan siswa mendapatkan pembelajaran yang disukai dan sesuai keinginan,”
ungkap Gatot, panggilan akrabnya.
Lebih lanjut ia menuturkan
pembelajaran intercountry yang memungkinkan kita mengajar di Thailand,
Filipina, atau di manapun membutuhkan sinergi karena pendidikan yang akan datang
harus bersatu untuk memajukan Indonesia. Perubahan pasti terjadi dan pendidikan
kita akan terus dinamis.
Sementara itu, Sekretaris
Jenderal IGI, Hibbatun Wafiroh, menguatkan pendapat bahwa Merdeka Belajar
sesuai dengan program IGI yang sebenarnya sudah dirintis sejak masih bernama
Klub Guru Indonesia (KGI). Perempuan yang berperan sebagai pemandu diskusi ini
juga menyampaikan tema diskusi “Spirit IGI Menggerakkan Pendidikan Indonesia”menunjukkan
bahwa sebagai salah satu organisasi profesi guru, IGI terus bergerak dan
menggerakkan pendidikan anak bangsa.
Menu kedua disajikan oleh Dhitta
Puti Saraswati yang mengutip isi buku Pendidikan
Humanisasi karya M. Sastrapratedja S. J. bahwa pendidikan itu memanusiakan
manusia. Pertama, pendidikan harus menghargai sesama manusia. Manusia itu
ciptaan Tuhan yang sangat istimewa. Termasuk siswa-siswa kita. Kedua,
pendidikan itu harus bersifat manusiawi. Manusia itu harus dianggap sebagai
subyek, bukan obyek.
“Ketiga, pendidikan itu berwawasan
kebangsaan. Karena kita di IGI ini benar-benar berinteraksi dengan teman-teman
guru di seluruh Indonesia, maka spirit kebangsaan ini kita bawa ke kelas. Agar
siswa kita mengenal kebangsaan bukan hanya tarian, pakaian adat, atau lagu
daerah. Tetapi juga mengenal orang-orangnya seperti apa, kehidupan sosial
mereka bagaimana. Keempat, pendidikan itu bersifat demokratis. Jangan sampai
anak masuk kelas selalu menganggap guru selalu benar. Guru juga beranggapan
seperti itu,” tegas Dhitta, panggilannya.
Ia menambahkan, poin kelima
adalah keadilan sosial. Pendidikan itu lebih merata baik secara akses maupun
secara mutu. Pendidikan itu berpihak pada mereka yang benar-benar perlu akses,
lebih tertindas. Jadi, ketika berbicara tentang Hari Pendidikan Nasional, tidak
hanya Ki Hajar Dewantara yang perlu kita resapi pemikirannya. Tetapi juga
pemikir-pemikir lain utamanya para pemikir IGI.
Salah satu pendiri IGI, Sopyan
MK, turut menyuguhkan menu berbuka puasa yang ketiga, bagaimana menghadirkan classroom exchange di level nasional.
Karena kita punya keragaman budaya yang luar biasa, ini bisa menjadi jembatan
terbangunnya kebhinnekaan sebagai bagian dari Profil Pelajar Pancasila.
Bagaimana IGI bisa memfasilitasi apa yang dibutuhkan guru. Sekarang guru butuh best practice misalnya pengalaman
seseorang.
“Mungkin di sini ada guru yang
bisa memotivasi anak yang sudah malas belajar online. Saya kira kita punya
resoucer banyak dan ini harus dikelola dengan baik. Semboyan yang dipakai
Kemendikbud kan hanya satu, ya. Tut wuri handayani. Kita fokus mendorong terus.
Padahal sejatinya ada tiga siklus. Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun
karsa, dan tut wuri handayani. Ya kita lakukan ketiganya dalam kehidupan sehari-hari.
Entah kita di kelas atau di organisasi, di tengah masyarakat, ya kita di depan
memberi contoh. Di tengah mendampingi ayo sama-sama, dan di belakang memberi
dorongan, mungkin itu akan melejitkan diri kita,” ucapnya.
Menu keempat disajikan oleh Ketua
Dewan Pembina Pengurus Pusat IGI, Marjuki, yang mengingatkan guru kembali pada
jalan yang benar yaitu mengutamakan kompetensi, bukan konten. Ia menilai guru melihat
pendidikan ini masih belum total. Mutu
pendidikan dilihat dari mutu lulusannya. Mutu lulusan didukung oleh
pembelajaran yang bermutu. Pembelajaran yang bermutu dilakukan oleh guru yang
bermutu. Guru yang bermutu difasilitasi oleh Kepala Sekolah yang bermutu.
“Kita sebagai orprof yang
bergerak di bidang peningkatan kompetensi guru perlu meluruskan bahwa konten
itu penting, tetapi kompetensi jauh lebih penting. Kita harus kembali ke tujuan
pembelajaran agar tidak sia-sia,” pesannya.
Turut membersamai kegiatan, Ketua
Umum IGI, Danang Hidayatullah, memaparkan ulang terkait visi kepemimpinannya.
Pertama, IGI mencoba bersinergi dengan berbagai elemen yang ada, mencoba
membangun jejaring baik sosial maupun pengetahuan sehingga bisa take and give, tumbuh berbagi bersama,
tetapi tidak menghilangkan budaya kritis terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah yang dirasa belum memihak pada guru dan pendidikan.
“Kedua, terkait dengan pusat
riset IGI yang masih dalam proses. Karena biaya mahal bukan secara materiil,
tetapi jiwa raga dan pikiran. Pikiran sangat terkuras menyusun konsep pusat
riset IGI yang tidak sederhana. Mohon doanya dari seluruh anggota IGI
se-Indonesia agar dimudahkan,” ungkap Danang.
Acara Buka Puasa Virtual ini
didahului dengan pembacaan puisi berjudul “Bentuk dan Tulisi Aku” karya Tato Yusnita,
PP IGI. Puisi yang ditulis terinspirasi dari awal tahun 2013 awal mula
sekolahnya di Sulawesi Tengah melakukan pembelajaran karakter siswa. Puisi ini
adalah harapan siswa bahwa mereka butuh sentuhan guru hebat Indonesia. Puisi kedua dibawakan oleh Ibu Salmi Supriatin
dari IGI Jawa Barat dengan judul “Korupsi” karya Anonim dari Kompasiana.
Puisi ketiga dibacakan oleh
Desmiri Yenti dari IGI Banten dengan judul “Pendidikan di Badai Pandemi” karya Henry
Burhan. Selain pembacaan puisi secara live zoom, ada juga beberapa puisi yang ditampilkan
dalam bentuk video. Semua pembaca puisi mendapatkan bingkisan dari sponsor berupa
satu paket Wardah.
Di akhir sesi, pengumuman tiga perolehan like dan komentar terbanyak untuk video ucapan Hardiknas di Instagram PP IGI diraih oleh IGI Jakarta Timur sebagai terbanyak pertama, IGI Kabupaten Gresik terbanyak kedua, dan IGI Sumatera Utara terbanyak ketiga.
Selamat Hari Pendidikan Nasional! (ria eka lestari)